....

Jumlah Pengunjung

Chatting With Us!!


ShoutMix chat widget

Rabu, 26 Mei 2010

Must Have Items

Rock Band T-shirt



Skinny Jeans


Cropped Jeans


High-Waist Skirt (for woman only)


Dr. Martens Boots


Striped T-shirt


Toy Cam


Skaterers Socks


RayBan Wayfarers



Sneakers



Flowers of Dieng



Teater Dieng



Candi Dieng



Candi Dieng



Candi Dieng



Rabu, 14 April 2010

Artikel Pendidikan: PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL

Artikel:
PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL



Tanggal: 23 January 2003
Judul Artikel: PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL
Topik: Pendidikan Nasional

Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.

Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?

Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.

PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.

Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.

Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).

Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.

Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.

Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.

Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.

Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi seperti diatas.

Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.

Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?

Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.

Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.

Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.

PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.

Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat) telah lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa ini.

Selanjutnya, semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain sekarang. Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti begini, nanti begitu. Pokoknya semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi perbuatannya. Contoh sederhana, kita sering melihat di TV ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong atau ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal mereka sudah digaji, bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor hanya untuk tidur atau tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau TV tidak ada kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau bulan berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku yang kurang etis terhadap pejabat. Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten. Padahal pejabat tersebut seorang yang bergelar S2 atau bahkan Prof. Dr. Inikah orang-orang yang dihasilkan oleh pendidikan nasional kita selama ini?

Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.

Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.


Source: Klik Disini

Artikel Pendidikan: Tahun 2020 Indonesia Kehabisan Guru

Artikel:
Tahun 2020 Indonesia Kehabisan Guru



Tanggal: 04/11/2002
Judul Artikel: Tahun 2020 Indonesia Kehabisan Guru
Topik: Kebijakan Pendidikan

Artikel:

Hari-hari terakhir ini sedang gencar ditayangkan dua iklan layanan masyarakat di setasiun-stasiun televisi, baik TVRI maupun stasiun televisi swasta. Iklan yang satu berisi pesan tentang anak asuh dan yang lain melukiskan kekurangan guru di negeri kita tercinta ini. Walaupun hanya berdurasi beberapa detik, kedua iklan ini cukup mengundang perhatian, terutama iklan yang disebutkan terakhir.

Kekurangan guru. Sungguh sebuah realitas potret pendidikan kita (salah satu sisi) yang sangat menyedihkan. Betapa tidak, pendidikan adalah modal utama terciptanya kemajuan peradaban sebuah bangsa. Di pihak lain, guru sebagai tenaga profesional di bidang ini justru jumlahnya semakin langka.

Lalu, apa jadinya jika pada tahun-tahun mendatang tidak mudah dijumpai sosok guru? Barangkali Anda semua sudah tahu jawabannya. Sudah pasti peradapan kebudayaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini semakin parah daripada kondisi sekarang. Mengapa sampai terjadi kondisi seperti ini?

KILAS BALIK
Keadaan pendidikan seperti dipaparkan pada bagian sebelumnya tentu tidak terjadi bagitu saja. Hal itu pasti ada pemicunya. Penyebab kekeurangan guru yang akan saya paparkan di sini bukan berasal dari hasil penelitian mendalam, tetapi sekadar pengamatan sekilas dan dugaan. Penyebab penurunan jumlah sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini guru, akhir-akhir adalah ditutupnya lembaga-lembaga pendidikan keguruan.

Pada paruh pertama tahun 1990-an semua Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Pendidikan Guru Agama (PGA) ditutup. Penutupan lembaga pendidikan tersebut beralasan bahwa jenjang pendidikan dasar sudah tidak layak lagi diajar oleh guru-guru tamatan SPG yang notabene hanya berjenjang pendidikan menengah. Sebagai gantinya dibukalah Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Selain itu, sebelum penutupan lembaga-lembaga pendidikan keguruan itu didahului dengan lahirnya sebuah kebijakan yang menetapkan bahwa lulusan SPG tidak otomatis atau langsung diangkat sebagai pegawai negeri, kecualai beberapa orang siswa berprestasi pada tiap angkatan. Akibatnya, banyak lulusan SPG yang beralih ke profesi lain, misalnya pekerja pabrik atau tambak. Fakta seperti ini sangat disayangkan karena para siswa SPG adalah siswa pilihan. Lulusan SLTP yang dapat diterima di SPG adalah siswa yang mempunyai NEM minimum 42,00 dan harus melalui ujian saringan yang bertahap-tahap. Hal itu menunjukkan bahwa yang dapat d iterima di SPG adalah manusia-manusia cerdas dan pilihan. Jadi, mereka sebenarnya adalah tenaga-tenaga potensial.

Berikutnya, menjelang akhir tahun 2000, semua IKIP di Indonesia berubah menjadi universitas meskipun masih ada beberapa STKIP dan FKIP di universitas-universitas. Perubahan status ini tentunya diikuti juga perubahan visi dan misi. Semula berstatus Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK)sebagai pencetak tenaga-tenaga pendidik profesional berubah menjadi universitas yang mencetak sarjana-sarjana ilmu murni. Barangkali kebijakan ini bertujuan untuk mencapai target sarjana-sarjana andal di bidang IPTEK dalam rangka menyongsong lahirnya Negara Indonesia sebagai negara maju berbasis teknologi. Obsesi seperti ini sangat bagus. Akan tetapi, penyakit latah bangsa Indonesia ini sukar sekali hilang. Artinya, pada waktu kibijakan perubahan status IKIP menjadi universitas itu disetujui, seharusnya beberapa IKIP di Jawa, Sumatera dan Sulawesi yang sudah berkualitas tetap dipertahankan. Dengan demikian, jumlah guru nantinya tetap tercukupi karena sampai kapan pun sektor pendidikan di sebu ah bangsa tidak akan ditutup. Hal itu berarti bahwa sampai kapan pun tenaga guru masih dibutuhkan.

APA SOLUSINYA
Kekurangan guru, seperti diilustrasikan dalam iklan layanan masyarakat di televisi, baru terjadi pada jenjang pendidikan dasar. Apabila diamati, fenomena ini cukup realistis menggingat penutupan SPG dan PGA sudah hampir sepuluh tahun yang lalu. Lulusan PGSD pun tidak semuanya dapat diterima sebagai pegawai negeri. Sementara itu, pada jenjang pendidikan menengah fenomena kekurangan guru masih belum terasakan. Hal itu wajar karena penutupan IKIP-IKIP baru dua tiga tahun terakhir. BISAKAH ANDA BAYANGKAN PADA TAHUN 2020 MENDATANG?

Untuk mengatasi persoalan kekurangan guru pada jenjang pendidikan dasar, barangkali buah pikiran saya ini dapat dijadikan bahan diskusi. Setelah kebijakan yang menghentikan pengangkatan tenaga guru sekolah dasar (SD), banyak lulusan SPG atau PGA beralih profesi ke bidang lain. Hal itu seharusnya tidak boleh terjadi mengingat mereka adalah tenaga-tenaga pilihan. Ditambah lagi oleh sistem penerimaan mahasiswa PGSD. Dari awal dibukanya, PGSD menerima mahasiswa dari lulusan SMA. Materi soal tesnya pun disesuaikan dengan standar pengajaran di SLTA umum. Tentu saja hal ini merupakan kendala bagi lulusan SPG atau PGA untuk bersaing dengan lulusan SMA karena materi yang diajarkan di SLTA umum dan kejuruan sudah barang tentu berbeda. Akhirnya, para lulusasan SPG jarang yang diterima.

Pada saat perekrutan mahasiswa PGSD seharusnya yang diutamakan terlebih dahulu adalah lulusan SPG atau PGA. Baru kemudian setelah semua lulusan SPG atau PGA ini sudah habis, perekrutan dibuka untuk lulusan SMA.

Akhirnya, untuk mengatasi persoalan kekurangan guru SD, mengapa tidak dicoba untuk memanggil kembali lulusan SPG dan PGA yang belum sempat diterima sebagai guru negeri? Beri mereka beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di PGSD atau STKIP. Setelah lulus langsung diangkat sebagai tenaga guru negeri.

Source: klik here

Rabu, 07 April 2010

002: Sakura no Otoko


Another of my Artwork Collection, xD I know that my english skill is full of mistakeness because i'm not a native speaker.
tools of trade: 24 pencil colors, Adobe Photoshop to finish it

001: Kuroshitsuji Fanart


Tools Of Trade: mechanical pencil 0.5, Adobe Photoshop CS2

if you want to see more galleries please klick here

Rabu, 17 Maret 2010

cyber jurnalistik



A. PENDAHULUAN

Era global bisa dibilang memberikan pengaruh pada semua bidang kehidupan manusia tak terkecuali jurnalisme. Munculnya internet memunculkan julukan baru bagi media senior-nya yaitu televisi, radio, media cetak sebagai traditional media. Ini berarti bertambahlah channel bagi para jurnalis untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat yaitu internet yang disebut sebagai the new media yang menurut Denis McQuail (2000) lebih interaktif dan memberikan otonomi kepada user untuk menjadi audience aktif, bahkan secara pada keadaan tertentu, audience memiliki posisi ‘sejajar’ dengan jurnalis.
Pengaruh the new media terlihat dari perubahan channel informasi dari media tradisional menjadi online media. Selain itu juga munculnya konsep citizen media yang mendapat tanggapan sceptis dan optimis dari maistream media.
Saat ini semua media tradisional di Indonesia sedang berlomba membuat versi online seiring dengan perkembangan jumlah pemakai internet di Indonesia, dimana saat ini sudah mencapai 25% dari total penduduk Indonesia (Tempo, edisi 5 April 2009). Ini artinya dunia jurnalistik di Indonesia sedang memasuki era baru globalisasi informasi yang tentunya tidak akan bisa terhidar dari tantangan-tantangan yang dikemukakan diatas.

B. ISTILAH TERKAIT

ada beberapa istilah yang harus diperhatikan sebelum membahas lebih lanjut tentang tantangan jurnalis di era internet:

• Media massa (mass media) adalah semua organisasi yang mengumpulkan, memfilter dan menyiarkan berita dan informasi, meliputi stasiun televisi, surat kabar, radio, situs berita• Tradisional media atau disebut juga mainstream media adalah semua media massa diluar internet yaitu televisi, radio dan media cetak
• New media atau media baru adalah internet
• Jurnalis profesional adalah seseorang yang bekerja di media massa formal baik di media tradisional maupun media baru dan memiliki keahlian khusus mencari, menulis dan menyiarkan berita.
Jurnalis warga (Citizen journalis) adalah warga biasa yang menjalankan fungsi selayaknya jurnalis profesional yang pada umumnya menggunakan channel media baru yaitu internet untuk menyebarkan informasi dan berita yang mereka dapat.
• Jurnalisme online (online journalism) adalah praktek jurnalistik yang menggunakan channel internet. Bisa jadi online jurnalism dilaksanakan oleh jurnalis profesional yang bekerja di sebuah situs berita formal dan bisa juga dilakukan oleh jurnalis warga yang menulis di blog-nya.
• Online media adalah semua media yang menggunakan internet untuk menjalankan operasinya, misalnya situs berita, informasi dan hiburan atau portal dan blog• Online news adalah berita yang didistribusikan via internet
• Online news site adalah media organisasi yang menyebarkan beritanya lewat situs atau web• Citizen journalism adalah praktek jurnalisme yang dilakukan oleh non profesional jurnalis dalam hal ini oleh warga
• Citizen media adalah channel yang digunakan untuk menjalankan citizen journalism biasanya menggunakan internet.

C. KEMUNCULAN JURNALISME ONLINE

Online media adalah bagian dari the new media seperti yang dikemukakan oleh Denis McQuail (2000). Online media memiliki karakteristik yang berbeda dibanding media tradisional hingga hingga dalam kasus ini menimbulkan perubahan posisi audience, dimana audience memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam proses produksi berita bahkan lebih dari itu, audience yang biasanya diposisikan dibawah jurnalis profesional pada beberapa kasus (baca: citizen journalist ohmynews.com) kini menjadi sejajar dengan jurnalis profesional.

salah satu contoh web portal yaitu detik.com

Karakter selanjutnya adalah immediacy yang memungkinkan updating informasi melebihi kecepatan media tradisional. Setidaknya internet bisa mengalahkan media cetak yang harus mencetak berita keesokan harinya dan televisi yang harus melakukan persiapan sebelum siaran. Online journalism juga memiliki kelebuhan berupa multimedia capability yang memungkinkan pesan bisa disampaikan dalam berbagai versi dari teks, video maupun audio.

Sementara itu karakter jurnalisme online yang juga penting yaitu interactivity atau timbal balik yang memungkinkan adanya partisipasi audience secara langsung. Dengan cara ini online journalism bisa menjalankan fungsi two way communication dan interpersonal communication antara media dan user. Jim Hall (2001, p. 210) memberikan contoh televisi yang meningkatkan interaktivitasnya dengan membuat versi online. Menurutnya versi online dari televisi akan menghubungkan media dengan kelompok dan individu, karena pada prakteknya interaktivitas antara televisi dengan audience terbatas.
Online media juga memiliki sifat nonlinearity yang memugkinkan jurnalis lebih fleksibel dalam menyajikan berita dan memudahkan user untuk memilih tema informasi yang diinginkan. Misalnnya saja berita bertema serangan bom di JW Marriot, bisa dipisah-pisahkan dari beberapa judul seperti pelaku, korban, proses perakitan bom, dll.
Jurnalisme online juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki media tradisional yaitu multimedia capability dimana media online bisa menampilkan informasi dalam bentuk teks, video dan audio secara bersamaan. Contohnya yang menyediakan fasilitas audio video adalah www.liputan6.com, www.tvone.com dan www.bbcindonesia.com.Sementara aplikasi Youtube memungkinkan siapa saja mengupload file audio video, sementrara podcasting yang memberi fasilitas upload audio telah memungkin user untuk berperan sebagai penyebar informasi layaknya jurnalis profesional. Dengan bantuan bantuan blog dan kedua fasilitas internet itu maka siapapun bisa masuk dalam lingkaran kerja jurnalisme online.
Perkembangan jurnalisme online menurut Jim Hall (2001, p.4) tidak dipungkiri akan menggeser media tradisional. Ia mengatakan terdapat hubungan erat antara media tradisional dengan internet, hingga pada pertengahan 1990-an hampir semua media nasional di seluruh dunia mulai membuat versi online.
Hal itu terbukti telah terjadi di Indonesia dimana saat ini bisa dibilang semua media tradisional besar di Indonesia sudah memiliki versi online. Online news site yang cukup besar diantaranya kompas.com, liputan6.com, mediaindonesia.com, suaramerdeka.com, tvone.com, dll. Sementara portal atau situs informasi, hiburan dan berita yang tidak ada kaitannya dengan media tradisinal juga bisa eksis di Indonesia diantaranya detik.com, okezone.com, inilah.com dan vivanews.com.
Di Amerika tempat kelahiran media online, memperlihatkan indikasi jelas keruntuhan media tradisional dalam hal ini media cetak akibat adanya media baru itu. Berdasarkan sumber dari Majalah mingguan Tempo edisi 5 April 2009, media cetak besar di AS diantaranya Chicago tribune, Philadelphia Inquirer dan Post-intelligencer memutuskan untuk menerbitkan versi onlinenya saja.Hal ini disebabkan karena 40 persen warga AS sudah menggunakan media online untuk mengakses berita.
Meski di Indonesia belum ada indikasi runtuhnya media cetak, namun tidak menutup kemungkinan hal itu juga akan terjadi di Indonesia. Selain dari munculnya situs media online milik mainstream dan situs online murni, indikasi pergeseran penggunaan media tradisional ke media online di Indonesia juga bisa dilihat dari perkembangan penguna internet yang mencapai 25 % dari total penduduk Indonesia. Selain itu perkembangan mobile phone dan wifi juga saat ini sudah mempermudah masyarakat mengakses internet.

D. SKEPTISME DAN OPTIMISME TERHADAP CITIZEN JOURNALISM

Kemuculan internet selanjutnya akan menjadi bagian tim peliputan BBC. Sebuah lompatan perubahan yang belum terjadi di media televisi di Indonesia. Namun di Indonesia sudah ada program televisi yang menayangkan hasil memberikan peluang bagi non jurnalis (citizen journalist) untuk mempublish artikel mereka di media baru ini. Inilah perubahan besar sepanjang sejaran jurnalisme dimana channel internet telah menggeser posisi jurnalis sejajar dengan audience yang menjadi reporter.
Perdebatan tentang kemunculan jurnalisme baru ini terus berlanjut, baik yang pro maupun yang kontra. Skeptisme muncul dari para jurnalis profesional yang mempertanyakan profesionalisme warga dalam melaporkan berita, namun tak sedikit para pengamat media yang tanpa ragu memberikan dukungan pada citizen journalist.Dalam pengantar artikel tentang citizen journalism di Nieman Report, sebuah jurnal tentang jurnalisme yang diterbitkan Harvard University disebutkan bahwa Dan Gillmor, penulis buku “We the Media: Grassroots Journalism by the People, for thePeople,” berpendapat bahwa telah muncul ekosistem media baru yang memungkinkan adanya percakapan multidirectional yang memperkaya dialog di tataran masyarakat sipil.
Dukungan terhadap jurnalisme warga ternyata juga datang dari kalangan wartawan. Richard Sambrook, wartawan BBC’s World yang mengatakan bahwa sudah terjadi pembentukan jaringan informasi di era global yang memungkinkan munculnya interaksi yang tinggi antara BBC dengan audience. Ia mengamati bahwa para jurnalis BBC harus bisa bekerjasama dengan audience dengan memberi kesempatan untuk memberikan kontribusi pada informasi di BBC.Sementara Jean K. Min, direktur Ohmynews Internasional memiliki pandangan cukup menohok jurnalis profesional dengan mengatakan bahwa pembaca bukan lagi konsumen pasif dari reporter-reporter arogan, namun pihak aktif yang membuat dan mengkonsumsi berita yang mereka buat sendiri.
Jika berbicara tentang kontribusi citizen journalist sendiri, bisa dilihat dari berbagai peristiwa di belahan bumi yang penyebaran informasinya justru bersumber dari blog warga yang dalam hal ini berperan sebagai citizen journalit. Seth Hettena (Nieman Report, 2005), seorang koresponden The Assiciated Press in San Diego yang menulis tentang militer merasakan peran penring isi blog dan web presonal milik warga untuk kepentingan liputannya.
Di Indonesia, jurnalisme warga juga bisa dibilang sudah mulai berkembang dan kegunaannya dirasakan saat adanya peristiwa-peristiwa besar seperti serangan teroris dan bencana alam. Stuart Allan (2006, p.14) mengatakan the Washington Post menggunakan informasi blog warga dalam melaporkan tsunamy Aceh, 24 Desember 2004 sebelum berhasil mengirim jurnalisnya di area bencana.Ditengah munculnya optimisme terhadap perkembangan dan kegunaan jurnalisme warga, muncul juga skeptisme yang mempertanyakan eksistensi jurnalisme baru ini yang datang dari mainstream media. Shayne Bowman and Chris Willis dalam artikelnya berjudul “The Future Is Here, But Do News Media Companies See It?” mengatakan bahwa saat ini memang era CJ, namum apakah media tradisional mau menerimanya? Ia mengatakan bahwa media tradisional sepertinya belum mau menerima apalagi mengadopsi prinsip-prinsip jurnalisme warga.
Dalam thesis yang dibuat oleh mahasiswa Master Art in Journalism Ateneo de Manila University, Moch. Nunung Kurniawan tahun 2006, beberapa praktisi media di Indonesia masih menjaga jarak dengan online media. Misalnya saja Rosiana Silalahi, yang saat itu masih menjabat sebagai pimred Liputan 6 SCTV mengatakan bahwa SCTV tetap sebuah stasiun TV yang berada pada jalur mainstream dengan mengandalkan wartawan professional untuk berita. Ia berpendapat wartawan profesionallah yang melakukan tugas jurnalistik karena sudah dibekali dengan kemampuan peliputan yang mumpuni dan dibimbing dengan kode etik jurnalistik.
Kurniawan juga mengemukakan kekhawatiran yang disampaikan Budiono Dharsono, pemimpin redaksi Detik – situs terbaik di Indonesia denga 7,5 juta page view per hari mengakui bahwa kekhawatiran akan turunnya kredibilitas portalnya, kemungkinan masalah hukum dan kurangnya pemahaman atas kode etik jurnalistik dari reporter warga membuat Detik setengah hati menerapkan jurnalisme warga. Mereka menerima foto pembaca sejak tahun 2004 dan menampilkannya di situs Detik jika foto tersebut benar. Mereja juga tidak menampilkan berita dari warga hanya menindaklanjuti laporan dari warga.Sikap seperti itu yang dikatakan Bill Kovach, seorang editor di the New York Time, sebagai sikap jurnalis yang tertutup terhadap perkembangan media baru. Ia mengatakan bahwa terlalu banyak jurnalis profesional terutama jurnalis yang ada di generasi Bill yang masih bingung terhadap tantangan media baru bagi jurnalis dan cenderung pasif terhadap kesempatan media tradisional atas keberadaan media baru ini.
Yang pasti sejak tahun 2002-nan, citizen media telah berkembang pesat yang mencoba mencari eksistensi di tengah atmosfer media tradisional. Dengan adanya internet, citizen media mampu menyebarkan informasi dalam bentuk teks, audio, video, foto, komentar dan analisis. Bahkan mampu menjalankan fungsi pers seperti watchdog, filter informasi, pengecekan fakta bahkan pengeditan.Allan menegaskan Citizen Media telah menjadi trend baru yang seharusnya mendapat perhatian dari media tradisional, termasuk di Indonesia. Ia mengamati, dengan kekhawatiran dan ketakutannya, media tradisional mulai belajar bagaimana mengubah konsep jurnalisme mereka dari pendekatan authoritarian menjadi top-down untuk bisa bersaing di era baru ini, termasuk salah satu strategi agar tetap dekat dengan audience mereka.
Untuk menjelaskan fenomena adanya kolaborasi antara citizen journalism dengan tradisional media ini, John Hiler (Nieman Report, 2005, p. 9) dalam artikelnya “Blogosphere: The Emerging Media Ecosystem” memperkenalkan munculnya konsep yang disebut Media Ecosystem. Konsep ini menjelaskan adanya hubungan baik antara citizen media dengan maisntream media. Proses ini terjadi saat blogger mendiskusikan dan mengembangkan berita yang diproduksi oleh maistream media, dimana didalamnya terdapat aktifitas citizen journalism, grass-roots reporting, laporan saksi mata, komentar, analisis, aktifitas watchdog, pengecekan fakta, termasuk menjalankan peran sebagai sumber berita dan pemberi ide berita.
Lalu bagaimana masa depan citizen media? Tak bisa dipungkiri citizen journalism akan menjadi konsep yang membuat frustasi mainstream media karena fungsi dan perkembangannya yang terus menarik perhatian warga sendiri. Stuart Allan (Nieman Report, 2005, p. 11) menawarkan beberapa point penting keberadaan media baru yang perlu diperhatikan mainstream media sebagai bahan pertimbangan agar old media bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan globalisasi informasi, yaitu:
• Situs berita online akan membantu mainstream media untuk mengintegrasikan isi informasi mereka dengan informasi yang dibuat warga. Wartawan yang meliput suatu kejadian bisa menggabungkan fakta yang didapatnya dengan informasi di blog milik warga. Di Indonesia praktek ini sudah banyak terjadi dalam proses newsgathering misalnya dalam peristiwa Tsunamy Aceh, Bom Bali dan Jakarta, dan peristiwa besar lainnya. Richard Sambrook (2005, p.15) menulis pengalaman yang sama yang dialami oleh BBC saat peliputan bom teroris di kereta bawah tanah di London dimana dalam waktu 6 jam redaksi BBC menerima 1000 foto, 20 amateur video dan 20.000 email yang dikirim oleh warga. Disinilah BBC menyadari bahwa warga sudah menjadi partner BBC dalam mencari informasi yang dibutuhkan warga.
• Munculnya internet mobile akan membawa perubahan dramatik tentang bagaimana berita dibuat dan disebarkan. Inilah fenomena yang terjadi di Indonesia dimana mobile internet berkembang begitu pesat, yang mulai dijajaki oleh media tradisional di Indonesia, misalnya dengan memproduksi e-paper yang bisa didistribusikan lewat mobile internet.
• Citizen media akan mendorong transparasi yang semakin terbuka dalam pelaporan berita. Hal ini menyebabkan para jurnalis profesional mulai membuat blog untuk mencari feedback informatif dari audience. Di Indonesia bisa diliat dalam blog para jurnalis yang cukup aktif seperti blog wartawan kompas di www.kompasiana.com dan blog jurnalis SCTV di www.blog.liputan6.com.
• Citizen media akan menggeser otoritas penguasa informasi dari ranah institusi media ke otoritas individu atau komunitas. Saat ini pergeseran ini nampak jelas dalam peristiwa-peristiwa besar dimana jurnalis profesional mau tidak mau harus menayangkan foto, video maupun data yang didapat oleh warga. Terakhir di Bom JW Marriot dan Ritz Carlton, video amateur menjadi satu-satunya gambar yang ditayangkan oleh televisi saat menggambarkan keadaan beberapa saat setelah bom meledak.
• Perkembangan online media telah merubah pendidikan jurnalisme, termasuk yang dilakukan oleh institusi media. Misalnya BBC yang melakukan pendidikan broadcast dan training media online gratis untuk mendekatkan diri pada audience dengan cara menjadikan audience mereka sebagai kontributor. Dalam contoh kasus kecil, BBC melibatkan 10 jurnalis lokal yang telah ditraining, yang
liputan jurnalis warga dalam sebuah program di metrotv yaitu I witness. Sementara perkembangan pendidikan jurnalistik di luar institusi mainstream media juga berkembang secara dramatis, seperti pendidikan jurnalisme warga yang diadakan secara profesional oleh blog citizen journalism, Ohmynews.com di Korea Selatan. Konsep pendidikan ini di Indonesia ditanamkan oleh beberapa situs jurnalisme warga yang ada di Indonesia.
Berbagai perubahan konsep media profesional akibat adanya the new media dalam hal ini citizen media perlu dicermati jurnalis di Indonesia. Apa yang belum terjadi di Indonesia bisa saja terjadi karena globalisasi informasi pada dasarnya akan berkembang sama, meski waktu perubahan berbeda.

E. PENUTUP

Tantangan terbesar jurnalis di era globalisasi informasi ini identik dengan persaingan maistream media dengan new media dalam hal ini online media. Pihak yang merasakan dampak cukup besar dengan kehadiran media online adalah jurnalisme yang tentunya telah memiliki channel baru untuk menyebarnya informasi dan berita. Media tradisional yang pada kelahirannya tidak menggunakan channel internet dalam praktek produksi berita kini mau tidak mau harus mengikuti alur media online jika tidak ingin ditinggalkan oleh audiencenya.
Jenis jurnalisme baru yang muncul yaitu online jurnalisme yang diikuti perkembangan citizen journalism telah membuat mainstream media khawatir akan eksistensinya, meski tak banyak media tradisional yang terbuka dengan konsep baru jurnalisme ini. Beberapa media yang terbuka pada bentuk media baru ini mulai menjadikan media online sebagai supporting channel dengan membuat versi online. Sikap terbuka terhadap citizen media dipelopori oleh media sekelas BBC yang menggandeng warga untuk berkolaborasi memproduksi berita.

SUMBER








 

Design by Amanda @ Blogger Buster